Jumat, 11 Mei 2012

ARTI SEBUAH PERNIKAHAN YANG SAKRAL

maaf temen2 semua kalo postingan ku kali ini agak sedikit rasis...
tapi kemaren baru aja ada kejadian, dimana aku debat sama temen ku yang beda keyakiinan. tentang hukum poligami. yang saya bingungkan adalah SEBENARNYA POLIGAMI ITU BOLEH GA SIH?? DOSA GA SIH?? . cuma itu..., dan sampai sekarang saya belum dapat jawaban yang masuk akal.
sebenernya saya bukan ingim men-JUDGE klo ajaran agama yg men-sah-kan poligami itu adalah salah, tapi saya hanya ingin membela kaum wanita yang ter-POLIGAMI. dan selain itu menurut saya poligami itu merupakan perbuatan yang menodai janji suci sebuah PERNIKAHAN.


setelah saya telusur2. saya dapet postingan dari internet tentang arti perkawinan menurut berbagai agama yang ada di Indonesia ini. CEKIDOOOT !!!

Perkawinan Menurut Hukum Agama Islam


Menurut Hukum Islam, perkawinan (nikah) adalah “Akad” (ijab, qabul) antara wali calon isteri dengan pria calon suami atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak dengan ucapan-ucapan tertentu dan memenuhi rukun dan syarat-syaratnya.



Perkawinan dalam bahasa Arab adalah nikah yang mem­punyai arti yang luas, namun dalam Hukum Islam mempunyai arti tertentu. Nikah adalah suatu perjanjian untuk mensahkan hubungan kelamin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk melanjutkan keturunan (Asaf A.A Fyzee, 1965 : 109).
Selanjutnya beliau mengatakan bahwa, dikalangan kaum muslim nikah itu bukanlah suatu perbuatan suci, melainkan hanyalah suatu perjanjian sipil dan walaupun pada umumnya dilakukan upacara dengan pembacaan ayat-ayat Our’an, akan tetapi Hukum Islam tidak menetapkan dengan tegas suatu upacara agama yang khusus untuk perkawinan, tidak ada pejabat yang ditentukan untuk itu dan tidak ada formalitas yang menyulitkan (Asaf A.A Fyzee, 1965 : 109).
Oleh Sudarsono (1991 : 2) dikatakan, bahwa per­kawinan menurut Hukum Islam ialah Akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta bertolong-tolong antara seorang pria dan seorang wanita yang kedua-nya bukan muhrim.
Pengertian lain dikemukakan oleh Zahry Hamid (1976 : 1) bahwa, perkawinan menurut Hukum Islam merupakan suatu ikatan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dalam rumah tangga dan untuk keturunan yang dilaksanakan menurut ketentuan Hukum Syari’at Islam.
Oleh Mahmud Yunus (1964 : 1) dikatakan, bahwa per­kawinan itu ialah aqad nikah antara calon suami-isteri untuk memenuhi hajat sejenisnya menurut ketentuan syari’at.
Perkawinan menurut Hukum Agama Kristen
pandangan Agama Protestan mengenai per­kawinan, adalah merupakan suatu peraturan suci yang ditetapkan oleh Tuhan (J.L.Verkuyl, 1984 : 54). Pandangan tersebut didasarkan pada Kitab Kejadian 2 : 18, 22-24, yang oleh umat Protestan ditafsirkan bahwa perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita sejak semula diciptakan Tuhan sesuai dengan kehendak-Nya. Agama Protestan tidak memandang perkawinan yang diteguhkan di Gereja sebagai suatu Sakramen, sebagaimana yang dikenal dalam Agama Katolik. Melainkan, nikah bagi Agama Protestan tetaplah termasuk sebagai alam kehidupan yang diciptakan. Kemuliaan Injil bagi pernikahan itu bukanlah berupa pengangkatan pernikahan itu ke alam atas (sakramen), tetapi pada kasih Kristus yang mengkhususkan kehidupan dan pergaulan hidup pernikahan (J.L.Verkuyl, 1984 : 56).
Agama Protestan mengajarkan, bahwa perkawinan adalah persekutuan hidup yang meliputi keseluruhan hidup, yang menghendaki laki-laki dan perempuan jadi satu, satu dalam mengasihi, satu dalam kepatuhan, satu dalam menghayati kemanusiaan dan satu dalam memikul beban (Ichtijanto SA, 1989 : 139).
Perkawinan menurut Hukum Agama Katolik
Paham dasar tentang perkawinan menurut Gereja Katolik telah dirumuskan dalam Kitab Hukum Kanonik, sebagaimana terdapat dalam Kanon 1055 (ayat 1 dan 2) yang menyatakan, bahwa :
Perjanjian perkawinan dengan mana pria dan wanita membentuk antara mereka kebersamaan seluruh hidup, dari sifat kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-isteri serta pada kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perkawinan antara orang yang dibabptis diangkat ke martabat Sakramen. Karena itu, antara orang-orang yang dibaptis, tidak ada kontrak perkawinan sah yang tidak dengan sendirinya merupakan Sakramen.
Dari pengertian di atas diketahui, bahwa menurut Hukum Agama Katolik, perkawinan adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita atas dasar ikatan cinta kasih yang total dengan persetujuan bebas dari keduanya yang tidak dapat ditarik kembali (Al.Budyapranata, 1992 : 14).
Di samping itu Agama Katolik mengajarkan, bahwa perkawinan itu merupakan suatu sakramen. Sakramen di sini, dimaksudkan sebagai tanda kehadiran Tuhan (dari pihak Tuhan) untuk menghubungi manusia, agar manusia selalu merasa dekat dengan Tuhan dan merasa dicintai oleh Tuhan (Al.Budyapranata, 1992 : 24-25).
Jadi dapat dikatakan bahwa menurut Agama Katolik, perkawinan adalah bukan hanya merupakan perikatan cinta antara kedua pihak (pria dan wanita), melainkan juga harus mencerminkan sifat Allah yang penuh kasih dan kesetiaan yang tidak dapat diceraikan, oleh karena apa yang dipersatukan oleh Allah tidak dapat diceraikan oleh manusia (Matius, 19 : 6).
Di samping itu, perkawinan adalah perjanjian antara pria dan wanita untuk membentuk antara mereka kebersamaan seluruh hidup, dari sifat kodratinya terarah kepada kesejahteraan suami-isteri serta pada kelahiran dan pendidikan anak (Al Purwa Hadiwardoyo, 1991 : 125).
Perkawinan menurut Hukum Agama Hindu
Berdasarkan Kitab Manusmriti, perkawinan bersifat religius dan obllgatoir sifatnya karena dikaitkan dengan kewajiban seseorang untuk mempunyai keturunan dan menebus dosa-dosa orang tuanya dengan menurunkan seorang putra yang akan menyelamatkan arwah orang tuanya dari neraka Put (Gde Pudja, 1975 : 16-17).
Dari pengertian di atas, diketahui bahwa perkawinan menurut hukum Hindu yang paling penting adalah untuk mendapatkan keturunan anak pria dengan harapan dapat menyelamatkan arwah orang tua dari siksa api neraka. Sehingga apabila dalam suatu perkawinan tidak membuahkan keturunan anak laki-laki maka perkawinan tersebut dikatakan tidak berhasil. Oleh karena tujuan Perkawinan menu-rut Agama Hindu adalah untuk mencapai kebahagiaan dan di samping itu juga memperoleh keturunan (laki-laki) yang disebut “Purusa” (Gde Pudja, 1976 : 32).
Perkawinan menurut Hukum Agama Budha
Berdasarkan Keputusan Sangha Agung Tanggal 1 Januari 1977, bahwa yang dimaksud dengan perkawinan, adalah suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria sebagai suami dan seorang wanita sebagai isteri yang berdasarkan cinta kasih (metta), kasih sayang (karuna) dan rasa sepenanggungan (mudita) dengan tujuan untuk membentuk satu keluarga (rumah tangga) bahagia yang diberkati oleh Sanghyang Adi Budha/Tuhan Yang Maha Esa, para Budha dan para Bodhisatwa dan Mahasatwa, (Pasal 1).
Selanjutnya menurut Agama Budha, seorang yang menikah (berumah tangga) memiliki kebahagiaan dan menikmati kegembiraan setiap saat (Shravasti Dharmmika, 1992 : 12). Di kalangan umat Budha, perkawinan itu pada hakikatnya untuk selama-lamanya baik untuk masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang jika suami isteri mempunyai cinta kasih, kebijaksanaan dan keyakinan yang sama, sebagaimana dikemukakan oleh Sang Bhagava (Budha Gautama) dalam ajarannya, bahwa Jika sepasang suami-isteri ingin tetap bersama, baik dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan mendatang, dan keduanya mempunyai keyakinan yang sama, kebajikan yang sama, kemurahan hati yang sama dan kebijaksanaan yang sama, mereka akan tetap bersama dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan mendatang (Budha Vacana, Renungan Harian dari Kitab Suci Agama Budha, 1992 : 35).

KESIMPULAN !!!!!
dari semua yang sudah saya baca. saya menyimpulkan. bahwa pada dasarnya pernikahan bukan lah hal yang main2. semuanya di laksanakan atas nama agama dan kepercayaan. dan juga atas dasar rasa saling memiliki dan melengkapi. ingin hidup bersama selamanya. saling mengisi dan berbagi dalam keadaan susah maupun senang. baik atau buruknya keadaan yang terjadi pada sepasang kekasih.
mencapai kebahagiaan terutama mendapatkan keturunan. jikalau Tuhan tidak memberikan, itu merupakan ujian dari Tuhan yg harus dijalani bersama. dan disinilah Tuhan melihat sejauh mana sepasang kekasih ini saling setia dalam keadaan apapun.
dan POLIGAMI... ini lah yang terjadi pada sebagian rakyat di Indonesia.
ada yang tau apa sebenarnya tujuan baik dari POLIGAMI??
OPINI :ada yang bilang kalau tujuannya untuk kebaikan, yaitu untuk memberikan kebahagiaan pada wanita yang tidak mampu. dengan syarat bisa berlaku adil kepada keduanya. atau ada juga yg bilang kalo istri pertama tidak bisa memberi keturunan. atau istri pertama sering sakit2an.
FAKTA :tidak akan pernah ada keadilan dari hukum POLIGAMI. meskipun sudah terlihat adil, apakah manusia itu sendiri bisa mengukur keadilan yang sudah mereka bagi?? perasaan seorang wanita pun akan tetap hancur meskipun di mulut berkata "iya" dan mengijinkan suaminya ber-POLIGAMI dengan alasan apapun. trus?? apa yg mau dilakukan si suami?? tega melihat istrinya seperti itu????
tolong beri komentar, trimakasi



2 komentar:

  1. ngomong2 soal keadilan .keadilan itu emang gk bisa diukur sama apapun mbok .makanya lambang keadilan itu biasanya neraca .itupun cuma simbol aja .nahh klo urusan poligami .emang gk baik sihh mbok .gimana2 tetep yang kasihan yang cewe :D

    BalasHapus
  2. kalau dibahas dalam konsep Adil bahwa adil adalah sesuai dengan tempatnya, berarti jikalau seorang suami dapat meng handle lebih dari 1 istri secara adil maka itu dikatakan sah, lagi pula secara statistik bahwa pertumbuhan angka kelahiran yang ber gender wanita meningkat dari tahun ke tahun sementara angka kelahiran pria semakin menurun, maka dari itu jikalau seorang pria mempunyai lebih dari 1 wanita dianggap wajar, karena perbandingan pria dan wanita dijaman sekarang 1 < 10. Jaman sekarang bukan bahas masalah percintaan pada hakekat nya didorong dengan faktor angka kelahiran dengan sendirinya wanita pasti akan menyadari bahwa hari ini atau sekarang mereka akan berlomba2 untuk mendapakan sang suami.

    BalasHapus